Selasa, 05 Agustus 2008

Meconium Peritonitis

Laporan kasus

Hariyasa Sanjaya IN, Suwardewa TGA, Kornia Karkata M, Surya IGP, Jayakusuma AAN, Suryanegara K.
Divisi Feto-maternal, Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi, FK Unud/RS Sanglah Denpasar

Meconium peritonitis (MP) dapat didiagnosis jika ditemukan area hiperekogenik di dalam perut janin pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Penelitian pada neonatus dilaporkan prevalensi MP adalah 1 dalam 35.000 kelahiran hidup. Meconium peritonitis merupakan hasil dari reaksi kimiawi steril dari adanya perforasi ileum intrauterine. Respons inflamasi sekunder berupa diproduksinya cairan yang membentuk asites, fibrosis, kalsifikasi dan kadang membentuk suatu kista. Hasil akhir dari proses ini bervariasi yang kemudian membentuk empat jenis meconium peritonitis yaitu: fibroadhesif, kistik, menyeluruh (diffuse) dan yang mengalami penyembuhan. Kami melaporkan satu kasus meconeum peritonitis pada fetus di bawah ini.
Laporan kasus
Seorang wanita 35 tahun, hamil yang kedua, 24-25 minggu, dirujuk oleh dokter SpOG dengan hydrops fetalis untuk investigasi dan penanganan lebih lanjut. Riwayat persainan sebelumnya dengan seksio sesarea oleh karena perdarahan antepartum karena plasenta previa. LMP:09-09-2006. Saat dirujuk pasien juga mengeluh perutnya dirasakan lebih besar dari usia kehamilannya dan terasa agak tegang. Tidak ditemukan kelainan medis. Golongan darah B,Rh positif. Pada pemeriksaan ultrasound ditemukan janin laki-laki tunggal,hidup,presentasi sungsang,dengan fetometri: BPD: 6,62 cm (25 minggu+3hari); AC: 25,93 cm (30 minggu+1 hari); FL: 3,74 cm (21 minggu+6 hari) dengan rata-rata: 26 minggu+ 3 hari; EFW: 1224 gram. Tampak asites pada janin dengan echogenic bowel serta polyhidramnion. Tidak tampak kelainan anatomis lainnya.Tidak tampak akumulasi cairan di rongga tubuh lainnya. Plasenta di posterior dengan ketebalan 3,99 cm di daerah sentral. Pemeriksaan doppler pada arteri umbilikalis rasio S/D: 3,24 dengan Pulsatil index:1,16 . Dan PSV (peak systolic velocity) pada MCA (middle cerebral artery) 27,9 cm/detik (<1,5 MoM) yang berarti normal (tidak terjadi anemia pada janin). Pemeriksaan serologis TORCH (Toxoplasmosis Ig G(+),IgM(-); Rubella IgG(+),IgM(-); Cytomegalovirus IgG (+), IgM (-); Herpes virus 1 Ig G(-), Ig M (-).
Pada kasus ini dilakukan amniocentesis untuk pemeriksaan kariotyping dengan hasil kromosom 46 XY. Dan juga dilakukan amnioreduksi serial oleh karena polyhidramnion, serta dilakukan parasentesis oleh karena terjadi asites yang masif pada janin yang dapat menyebabkan tekanan pada diafragma yang berlebihan. Cairan paracentesis dilakukan pemeriksaan kultur bakteri. Didapatkan hasil steril. Pada saat usia kehamilan di atas 34 minggu terjadi pengurangan jumlah cairan asites dan volume amnion menjadi normal. Seperti terlihat pada gambar no.4.
Selanjutnya dilakukan pemantauan serial mingguan dengan ultrasonografi. Persalinan spontan saat usia kehamilan 40-41 minggu, dilakukan persalinan dengan vakum ekstraksi oleh karena pasien tidak efektif mengedan. Lahir bayi laki-laki,3300 gram,panjang lahir:52 cm, lingkar kepala:35 cm, lingkar dada: 34 cm, lingkar perut: 33 cm, bugar,skor APGAR: 1’:8 dan 5’:10. Hemoglobin:16,9 gram%, albumin: 4 gram %. Miksi (BAK) normal, BAB normal, menyusui baik. Dilakukan X-ray abdomen, tampak udara mengisi usus bagian atas sampai usus bagian bawah. Dilakukan CT-scan untuk mencari tanda-tanda kalsifikasi pada cerebri berhubungan dengan infeksi cytomegalovirus. Tidak ditemukan kalsifikasi intra-kranial, ditemukan massa hiperdens di occipital, sulcus dan gyrus cerebri kesan normal. Evaluasi sejawat dari Bagian Bedah Saraf disimpulkan dengan intracranial hemorrage di occipital dengan penatalaksanaan konservatif. Keadaan terakhir janin sampai saat laporan ini dibuat dalam keadaan baik.

Gambar 3.Gambaran ultrasound saat 24 minggu,2 hari.Polyhidramnion.
Gambar 1.Gambaran ultrasound saat 24 minggu,2 hari.Tampak asites, echogenic bowel.
Gambar 2.Gambaran ultrasound saat 24 minggu,2 hari.Tampak asites, colour doppler pada potongan mid-sagital.
Gambar 4. Gambaran ultrasound saat usia kehamilan 39 minggu,6 hari pada potongan tranversal setinggi hati, tidak tampak asites.
Gambar 5. Gambaran kurva lingkar abdomen janin.
Gambar 6. Bayi saat lahir
Gambar 7. Bayi saat usia 20 hari

Diskusi
Penelitian eksperimental pada binatang menunjukkan bahwa kalsifikasi baru terdeteksi setelah 8 hari sejak meconium keluar ke rongga peritoneum. Penyebab tersering meconeum peritonitis adalah lesi iskemik pada ileum yang berhubungan dengan obstruksi mekanik (atresia, volvulus, intussuception, congenital bands, Meckel diverticulum dan interna hernia). Penyebab ini terjadi pada 50 % kasus meconeum peritonitis. Meconeum peritonitis dapat pula disebabkan oleh infeksi virus (cytomegalovirus atau parvovirus B19). Meconeum ileus juga merupakan penyebab pada kurang dari 25% kasus meconeum peritonitis.
Sonografi prenatal yang ditemukan untuk mendukung diagnosis meconium peritonitis adalah kalsifikasi intra-abdominal, asites, polyhidramnion dan dilatasi usus. Foster et al melaporkan insidens gambaran sonografi dari tujuh kasus meconium peritonitis: kalsifikasi intra-abdominal ditemukan pada 86 %, asites pada 64%, polyhidramnion pada 71% dan tanda obstruksi usus 46%. Terdapat tiga jenis utama dari meconium peritonitis yang dapat diidentifikasi pada pemeriksaan ultrasound prenatal: kistik (meconium pseudocyst), difus, dan fibrosadhesive.
Meconium pseudocyst merupakan gambaran sonografi yang paling sering ditemukan pada kasus meconium peritonitis dan tampilan berupa massa hyperechoic. Asites juga sering ditemukan. Diffuse meconium peritonitis biasanya berhubungan dengan polyhidramnion, asites janin dan sejumlah kalsifikasi intra-abdominal.Dinding abdomen janin juga dapat tampak menebal oleh karena edema. Jenis fibroadhesive meconium peritonitis diakibatkan adanya deposit kalsium yang banyak di peritoneum yang dapat menutup lesi pada usus.
Pada kasus ini asites mulai berkurang secara spontan saat usia kehamilan 34 minggu. Apakah ini berkaitan dengan maturitas saluran pencernaan dimana kebocoran usus mengalami perbaikan. Seiring dengan berkurangnya asites, volume cairan amnion menjadi normal. Apakah paracentesis pada janin (fetal abdominocentesis) memberikan manfaat untuk meningkatkan prognosis pada kasus ini? Dan asites pada janin akan menghilang spontan tanpa intervensi? Pertanyaan tersebut perlu didiskusikan.
Pada kasus ini pemeriksaan untuk deteksi parpovirus B19 tidak dapat dilakukan karena tidak dapat dilakukan di Indonesia. Pada gambar 7 tampak bayi sehat pada saat usia 20 hari.

Referensi
1. http://www.fetalsono.com/Demo/DemoAns.html
2. 1992-01-07-20 Cytomegalovirus syndrome with ascites, hepatitis, and negative serology © Richards http://www.thefetus.net/
3. 1993-11-03-21 Meconium peritonitis mimicking urinary ascites © Petrikovsky http://www.thefetus.net/
4. Woodward,Kennedy,Sohaey.Pocket Radiologist.Obstetrics top 100 diagnoses.1st ed,AMIRSYS,Utah,2003,152-4

3 komentar:

nyoman rudi mengatakan...

spektakuler!!! semoga anggota ikalogi yang lain berani melaporkan temuannya baik ditingkat nasional maupun internasional.salut buat bli hys dan senior staf yg lain yang telah membawa nama ikalogi unud di singapura sukses!!! semoga muncul HYS yg lain. om shanti3x om.

Hubungi mengatakan...

Terimakasih,Rud.Selamat pagi.
Ada perubahan kecil yang juga telah kita lakukan di IRD Obgin RS Sanglah. Yaitu untuk mempercepat response time dalam penanganan fetal distress (gawat janin). Kalau dahulu, jika kita ketemu kasus gawat janin sering kali kita harus menghubungi petugas OK, menghubungi perawat dan dokter anesthesi, menghubungi residen pediatri yang mana memerlukan rata-rata waktu bisa sampai 30 menit. Dan hal ini sangat mempengaruhi luaran bayi. Kemudian sering kita harus merayu dan kadang "memelas" agar tim OK mau percaya bahwa kasus yang kita hadapi adalah memang gawat janin.
Sekarang, sejak hampir satu tahun sudah kita melaksanakan satu sistem management gawat janin dengan sistem GREEN CODE. Dimana jarak waktu antara penentuan diagnosis gawat janin dan incisi kulit abdomen memerlukan waktu rata-rata kurang dari 10 menit. Malah ada waktu tercepat yaitu 5 menit. Sistem GREEN CODE ini alurnya adalah: residen yang menemukan gawat janin akan menghubungi telpon internal RS Sanglah di nomer 300, maka petugas operator telp akan mengumumkan dengan loudspeaker yang di pasang di semua sudut IRD dengan informasi:"Green code kamar bersalin nomer satu" yang diulang-ulang sebanyak 5 kali. Maka semua orang yang punya kemampuan melakukan SC,pembiusan, resusitasi neonatus, instrumen, asisten operasi akan serta merta berlari ke kamar operasi untuk melakukan penyelamatan terhadap gawat janin. Konsep ini seperti kode 'kulkul bulus". GREEN CODE (Kode hijau) hanya untuk kode kasus gawat janin. Dan selalu disiapkan 1 set bedah SC setiap saat. Operator telp baru akan menghentikan informasi lewat speaker tersebut jika semua tim sudah siap.Dimana koordinator kamar operasi akan menghubungi nomeo telp 300 dan mengatakan GREEN CODE SIAP. Jika ada yang terlambat datang (misalnya dokter anestesi,atau dokter anak)dan jika terjadi outcome janin buruk atau mati maka mereka akan bisa disalahkan atas keterlambatan. Setelah bayi dilahirkan, untuk konfirmasi diagnosis gawat janin dilakukan Analisa Gas Darah tali pusat. Dan telah ada sekitar 95 kasus gawat janin yang menggunakan fasilitas GREEN CODE ini. Sekarang kita (terutama residen kita) merasakan lebih tenang dalam menghadapi kasus gawat janin ini.

Mari kita dorong terus PERUBAHAN ke arah lebih baik dan benar di RS Sanglah (Kawitan) kita tercinta.

Salam
Hariyasa

Unknown mengatakan...

Assalamu'allaikum,
Selamat siang ,
apakah sy boleh bertanya tentang hyperechogenic bowel?
Beserta tindakan tepat amniocentesis?

Terimakasih